Suatu hari, bersama
dua orang rekan, saya menghabiskan makan siang di sebuah restoran Vietnam.
Seperti biasa, spring roll selalu menjadi pilihan pertama untuk pemanasan
sebelum makanan utama. Sambil menyantap kesegarannya, tidak sengaja pembicaraan
mengarah kepada cerita seorang rekan yang baru saja pulang liburan. Dan
kebetulan dia baru pulang dari Vietnam. Kebetulan yang tampak disengaja,
tetapi tidak.
Teman saya itu fasih bercerita mengenai Vietnam. Hang
Long Bay adalah tempat yang sangat dia rekomendasikan untuk penggemar fotografi
seperti saya, katanya. Keindahannya menyilaukan mata, meromantiskan jiwa, dan
menyejukan pikiran, masih katanya. Selagi dia bercerita pikiran saya sedikit
menerawang, sambil mulut mengunyah, dan sprill roll ditangan. Menerawangnya
bukan ke dalam keindahan alam, namun tertuju pada Vietnam punya makanan.

Menurut saya, sebagian besar makanan Vietnam itu sangat
sehat. Mereka banyak memakai sayuran dalam masakannya. Penggunaan bahan-bahan
segar tampak menjadi prioritas, namun tidak untuk penggunaan minyak, mereka
menggunakannya sangat minimal.
Kemudian pikiran saya membandingkan masakan Vietnam
dengan Indonesia. Hmmm, tetapi untuk apa dibandingkan, saya rasa. Karena pasti
akan berbeda. Budaya-nya saja sudah beda. Tidak ada yang lebih baik maupun
lebih buruk. Saat itu saya hanya memikirkan bagaimana memasukan jiwa dan sikap
masakan Vietnam ke dalam masakan sehari-hari di Indonesia. Bahan masakan itu
harus selalu jadi hal utama. Kesegaran adalah prioritas.
Tiba-tiba, sekelebat, pikiran saya dilewati lumpia!
Makanan yang dulu waktu zaman SMP dan SMA gerobaknya
selalu nongkrong di depan pintu sekolahan. Dan itu saya suka! Apa, ya, makanan
yang pada akirnya jadi jajanan itu, rasanya gurih, nikmat, dan cukup
mengenyangkan dikala jam istirahat sekolah tiba. Nah, untuk hal ini saya
bisa bandingkan. Antara spring roll Vietnam dan lumpia basah sekolahan, hehehe.

Perbedaan yang ketara antara kedua masakan itu, saya
rasa, dari penggunaan minyak. Di dalam springg roll, hampir dipastikan tidak
ada satu pun yang proses memasaknya dengan menggunakan minyak. Beda dengan
lumpia basah, hampir seluruhnya melalui proses menggoreng, plus memakai sedikit
bumbu. Tetapi, ya itulah nikmatnya masakan Indonesia. Lezat. Meskipun
kadang orang bilang itu tidak sehat, tetapi apa mau dikata. Selagi kita bisa
mengatur pola makan kita secara porsi, wajar, dan tidak berlebihan, sangat
tidak masalah segala jenis masakan apapun masuk ke perut tanpa harus takut ini
takut itu.
Maka, makan siang di restoran Vietnam pun akhirnya
menjadi inspirasi saya untuk memasak lumpia basah à la sekolah.

Dengan mengambil inspirasi dari Vietnam, saya
menggunakan kulit bungkus yang terbuat dari beras. Ini biasa digunakan untuk
spring roll dan mudah didapatkan di supermarket pilihan. Minyak, saya memakai
olive. Memakai udang untuk ragam rasa, mengganti rebung dengan bengkuang,
mengganti tepung kanji dengan tepung jagung, dan membuat kaldu ikan sebagai
pelezat makanan.
Lumpia Udang
Segenggam penuh toge
4 ekor udang besar, cingcang
2 butir telur ayam segar
Kulit lumpia (tepung beras)
Bawang putih, iris
Olive oil
Garam dan merica
Kaldu ikan
Bengkuang, diiris kecil memanjang
½ balok gula merah
Air putih secukupnya
¼ balok gula merah
2 sendok tepung jagung (maizena)
Air putih secukupnya
Dalam sebuah panci kecil, masukan air secukupnya, gula
merah, dan irisan bengkuang. Ini akan membuat dulu olahan bengkuang yang
menjadi khas dalam sebuah lumpia basah. Aduk sampai gula merah mencair, lalu
diamkan sampai semua cairan surut dan menyerap ke dalam irisan bengkuang. Ini
memakan waktu kurang-lebih 10 menit.
Sambil menunggu olahan bengkuang, dalam sebuah panci
kecil lainnya, masukan air putih secukupnya dan 2 sendok tepung jagung. Kocek
sampai benar-benar merata, lalu masukan irirsan ¼ balok gula merah, kemudian
panaskan di atas api kecil. Aduk terus secara merata sampai cairan benar-benar
mengental hampir menyerupai lem cair. Setelah mendapatkan tingkat kelengketan
yang diinginkan, lalu angkat, dan dinginkan.
Panaskan sebuah wajan, masukan olive oil, goreng irisan
bawang putih, lalu orak-arik 2 telur ayam sampai setengah matang. Setelah itu,
sisihkan di pinggir wajan, lalu masukan kembali olive oil secukupnya, masukan
juga cincangan udang, segenggam toge, aduk sampai rata, siram dengan kaldu ikan
kemudian tutup masakan di wajan. Ini dilakukan supaya toge tidak terlalu keras
ketika dimakan.
Setelah kurang lebih 2 menit, buka penutup wajan, lalu
aduk toge-udang dengan orak-arik telur yang sebelumnya sudah dibuat. Aduk
sampai merata, taburi dengan garam dan merica, lalu angkat. Dalam proses
penggorengan ini tidak memerlukan waktu yang lama, karena ada udang dan toge
yang memang proses memasaknya jika kelamaan akan tidak begitu enak. Dalam
sebuah bidang datar, siapkan kulit lumpia tepung beras. Biasanya jika beli di
supermarket, kulit dalam keadaan keras. Maka dari itu buatlah lembek dahulu si
kulit lumpia dengan membalur semuanya memakai sedikit air.
Setelah kulit lumpia siap, ratakan cairan pemanis (yang
dibuat pertama kali) di atasnya, lalu masukan olahan toge-udang-telur, kemudian
di atasnya simpan olahan bengkuang gula jawa. Bungkus dengan baik semua olahan
tersebut. Selesai sudah.
Sajian makanan ini cocok untuk
kumpul-kumpul di rumah sahabat SMA, sambil bercerita sana-sini mengenai
kenangan lama. — (P)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar