Satu hari sebelum rencana kecil—namun besar—dilancarkan, aku disibukan dengan kegiatan yang asing dan paling janggal yang pernah kulakukan; belanja di supermarket! Bukan, memang bukan yang pertama kalinya aku menapakan kaki di tempat belanja kaum masa kini ini. Namun, berada di bagian sayuran dan bahan-bahan makanan mentah-lah yang aku anggap sedikit agak mustahil.
“Bisa tolong tunjukan dimana oyster?” tanyaku pada seorang pekerja perempuan muda.
“Oyster? Apa itu pak?” tanyanya balik.
“Hmmm.. Kerang. Hmmm, apa ya..” beberapa saat aku berpikir,”Tiram. Ya, tiram.”
“Oh, disana pak,” perempuan itu menunjuk ke arah yang ternyata tidak jauh dari pandangan.
Rupanya disinilah mutiara nafsu bersarang, terlunglai lemas tanpa cangkang. Tak apalah. Aku tidak butuh tiram yang masih berbentuk rupawan, aku hanya membutuhkan isinya.
Kemudian beranjak aku ke bagian sayuran. Bombay dan bayam kuraih dengan gesit karena untuk dua jenis sayuran ini akupun tahu bentuknya. Kini aku membutuhkan beras. Ya, beras. Tapi beras yang kumaksud bukanlah beras biasa yang seperti seringkali aku makan. Aku membutuhkan beras Arborio. Beras yang menurut mantan istri-ku merupakan beras butir pendek yang dinamakan demikian karena tumbuh di kota Arborio. Ketika dimasak akan menciptakan nasi yang kenyal namun lembut dan seperti memiliki sedikit rasa tepung.
“Oh, itu beras Itali, pak,” jawab seorang bapak—yang dari tampilan seperti manajer dari supermarket—ketika kutanyakan apa gerangan yang dimaksud. Tak lama beras yang kumau pun sudah di keranjang.
Sebentar, sebenarnya di daftar belanjaanku tertulis: chicken bones neck back, ribs, wings, atau feet; celery; leeks; onions; carrots; bay leaves; rosemary; parsley; dan thyme, bahan-bahan untuk membuat kaldu ayam secara alami. Whew! Banyak juga. Dan aku enggan. Enggan mengambil untuk membelinya. Terlalu complicated bagiku. Kupikir ini akan sama saja dengan kaldu instan. Benar kan? Kaldu instan yang beredar luas di pasaran konon sebelas-duabelas dengan chicken stock seperti yang dianjurkan di buku-buku resep makanan. Jadi aku lewat saja untuk membeli daftar belanjaan kelompok ini.
Terakhir, kuraih daun dill dan keju parmigiano. Tak asing juga lah aku dengan kedua bahan makanan ini.
Ternyata, tidak sulit, sebenarnya, untuk aku berada di tengah-tengah pasar kaum metropolitan. Barisan beragam bahan makanan tersusun rapih lengkap dengan keterangannya yang gampang diterjemahkan. Akupun membayar, dan segera beranjak pulang.
Di tengah jalan, kusempatkan mengalihkan kendaraan ke sebuah wine cellar. Sekejap, Sauvignon Blanc-pun sudah di tangan.
*
Tibalah di hari yang dinantikan. Dia dalam genggaman. Tak kulepas bibirku di sekujur tubuhnya. Aku menjelajah di jalanan yang gersang namun lembab, berkeringat. Kulumat habis semua bagian. Dia menggelinjang. Mengerang. Aku tindih tubuhnya yang ranum, dan dia mengulum.
“Yes baby...” desahnya, hampir tak terdengar.
Aku tersenyum dalam hati.
Seketika ruang tivi ini menjadi alam mimpi. Jiwa kami berdua menerawang, terbuai.
“Prang!”
Vas bunga di meja tiba-tiba jatuh tak terkira. Namun itu bukanlah sebuah perkara di tengah tubuh kami yang porak-poranda, saling berguling. Tak kami hiraukan juga kursi yang mengangkang. Karpet, pakaian, sepatu, bantal sofa, bergelimpangan di atas parket yang jadi mengkilap karena tempelan keringat.
Dia bergoyang, di atasku. Kini keberadaannya kubiarkan menang. Membiarkan dia menguasai seluruh tubuhku. Mempersilahkan untuknya mengambil peranan.
“It’s all up to you, darling…” bisik-ku pelan.
Dia mengatur posisi, mulai naik dan turun yang baginya aku ini adalah kuda. Dia menggerayangi-ku. Meraba dada, mempelintir bagian yang serupa dengan dirinya namun tentulah jauh tak sama. Kini giliranku yang berteriak, kecil, bercampur dengan desahan, karena ternyata aku bisa menikamti kesakitanku itu.
Sedikit ku jambak rambutnya, dari bawah, dengan tanganku yang sukses kuselipkan di atara hiruk-pikuknya kejadiaan.
“Arghhh...”
Kepalanya mengengadah, ke atas. Sedikit merintih, lalu melolongkan raungan kecil serigala betina. Raut mukanya indah, ku lihat dari bawah. Semakin dramatis dengan tetesan peluhnya yang harum.
Aku gapai bibirnya, dengan tangan. Dan jemariku pun habis dilumatnya, sambil dia terus bergoyang.
“Babe!”
“Wait...!”
“Come on baby… Come in...!”
“Shake baby, shake!”
“Babe…”
“Shake…!”
“Arghhhh...”
“My Gosh!”
*
Aku terbangun sebelum dia membukakan matanya. Sesuai rencana. Kenikmatan yang tampak memuaskan, sudah kuduga mampu untuk dilanjutkan ke buaian tidur nyenyaknya. Dia terlelap, sedang bermimpi indah, tampaknya.
Aku beranjak dari tempat tidur.
Keluar kamar, aku hanya bisa langsung tersenyum menyaksikan ruangan yang bak film laga. Kuraih Sauvignon Blanc di samping bawah sofa. Bergegas aku menuju dapur.
Dalam sebuah wadah besar, aku larutkan kaldu ayam instan dengan air panas. Dengan takaran empat gelas air putih untuk empat kotak kaldu.
Lalu aku panaskan sebalok kecil mentega (tanpa garam) dalam wajan datar sampai membuih. Aku tambahkan irisan kecil satu bawang bombay berukuran sedang dan menumisnya sebentar sampai keluar harum yang menerawang. Setelah itu, aku memasukan secangkir beras Arborio dan mengaduknya secara konsisten sampai pinggiran butirannya tembus pandang. Terus mengaduknya selama sekitar enam menit.
Aku tambahkan setengah gelas Sauvignon Blanc dan melanjutkan masak di atas api sedang. Sampai sepenuhnya beras menyerap, aku aduk terus.
Mulailah setengah wadah berisi kaldu ayam aku masukan, dan kembali mengaduknya sampai terserap. Selanjutnya, terus-menerus aku masukan sisa cairan kaldu secara perlahan, sambil memastikan setiap butiran beras tercampur dan menyerap sehingga menghasilkan tekstur yang creamy.
Aku raih segenggam lembaran bayam yang terlepas dari batang. Ku sobek-sobek kecil dengan tangan dan memasukannya ke wajan berisi beras yang mulai berubah menjadi nasi yang sangat creamy, kulanjutkan mengaduknya selama satu menit.
Aku tambahkan dua daging tiram dan sejumput garam, memasaknya kembali selama kurang lebih tiga menit. Aroma tiram akan menyebar dan memberikan rasa yang khas lautan di nasi dalam wajan.
“Hmmm, mencium baunya saja sudah merangsang,” guman-ku pelan.
Menurut buku yang kubaca, tiram kaya akan asam amino yang mampu memicu peningkatan tingkat hormon seks. Kandungan zinc tinggi yang dimiliki tiram akan membantu produksi testosteron manusia. Alasan-alasan inilah yang dengan sengaja aku memilih tiram sebagai bahan sarapan. Untuk si dia, yang sedang tak berdaya.
Supaya tidak terlalu terasa amis, aku berikan sedikit perasan jeruk lemon. Lalu aku tambahkan keju Parmigiano yang sudah ku iris-iris tipis terlebih dulu, nasi pun akan semakin creamy.
Selesai sudah. Aku percantik makananku dengan irisan sejumput daun dill dan pucuk kemangi. Tidak lupa aku kembali menaburkan sedikit keju parmigiano berpotongan tipis-kecil.
Segera aku kembali ke kamar.
Aku letakan baki berisi sarapan di dekatnya. Lalu aku beranjak mandi.
*
“Ya Tuhan, kenapa wanita ini masih pulas dalam tidurnya?” tanyaku heran, dalam hati. “Suara air yang sengaja aku buka dari kamar mandi, tidakkah sanggup membangunkannya dari alam mimpi?” Meskipun mandi ku tak lama, tapi setidaknya keganduhanku mampu mengusiknya. Tetapi ini tidak. Sama sekali. Dia masih terbaring manis di kasur putih-ku itu. Namun sekarang tubuh sintal-nya terbungkus dengan kemeja yang semalam aku pakai. Apa itu sebuah kesengajaan? Atau pengaruh pendingin ruangan yang rupanya lupa aku matikan? Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum.
Segera aku berganti pakaian. Aku anggap prilakunya adalah godaan. Juga kebanggaan. Dia sanggup kululuhkan dalam semalam. Ha! Wanita ini sanggup juga aku miliki, setidaknya dalam semalam.
Aku sobek secarik kertas, kutuliskan surat singkat untuknya:
Nyonya Albert yang kusayang,
Dengan ini kunyatakan kau sebagai pujaan. Semalam, luar-biasa tak terkira apa yang kita lakukan. Kau begitu berani. Menantang. Membasahi sekujur tubuhku yang sebelumnya sudah keluar keringat ketakutan. Akan prilaku-mu, akan sikap-mu, sebagai wanita yang untuk menghayalkannya pun aku tak berani. Aku takut untuk membayangkannya, juga karena akan siapa dirimu, wanita terpandang.
Bangunlah sesuka hatimu, karena, kamar ini, rumah ini, sekarang resmi milikmu juga.
Aku harus segera bekerja, suamimu cerewetnya luar-biasa. Mendadak aku disuruhnya ke kantor untuk mengurusi kepergiaannya ke luar kota.
Dan jangan lupa isilah perutmu dengan sajian aphrodisiac yang kubuat. Supaya hasrat-mu meningkat di pagi hari, karena bagiku kau adalah dewi Aphrodite, the Greek goddess of sexuality and love.
Mungkin ini tidak terlalu istimewa bagimu, karena aku hanya mencoba mengolah bahan-bahan makanan yang tersisa di kulkas-ku saja. Aku ingin menghadirkannya dengan hati dan perasaan yang terangsang. Dengan kecintaanku terhadap wujud-mu, paras-mu, kecantikan-mu, aura manis-mu.
Hangatkan apabila makanan ini sudah terlalu dingin, dengan pemanas, atau dengan gairahmu saja.
Cobalah untuk menikmatinya. Goyanglah lidah-mu ketika menyantap oyster risotto-ku ini. Dan kabari aku apa yang terjadi.
Kita lanjutkan nanti, ya, sayang. Segera.
Love you,
Abraham
Tidak ada komentar:
Posting Komentar