26/09/15

Bloomberg Businessweek Indonesia

 Mengenai Open Table.



Mas Lukman dan Mas Ipin telah menjalankan Open Table sejak 2012, di mana Open Table No.1 berlangsung dalam gelaran Keuken 3. Bagaimana Mas Lukman dan Mas Ipin memulainya ketika itu?
L: Seingat saya ide untuk membuat pop-up restoran datang begitu saja ketika kita berdua saling tahu saya dan Ipin doyan masak. Justru nama Open Table itu muncul sebelum tercetus hasil akhirnya menjadi sebuah pop-up restaurant. Yang jelas ide masak bersama untuk dinikmati ramai-ramai dengan teman dan kerabat menjadi suatu kebiasaan yang sering kita lakukan masing-masing. Mungkin kebiasaan itu yang tanpa sengaja mengarahkan kami untuk membuat sebuah pop-up restaurant.
I: Kalo saya, doyan masak karena terpaksa dulunya, jaman SMA dan kuliah  saya tinggal dengan nenek saya almarhum. Karena beliau waktu itu ngga ada laki-laki di rumahnya, makanya saya yang tinggal dengan beliau, nah sebenarnya dimulai dari craving- craving makanan kalo lagi bikin tugas malam-malam, ga mungkin kan saya bangunin nenek saya cuman buat bikinin makanan buat cucunya yang rakus ini, jadinya lari ke dapur dan masak, kalo open table sendiri, saya ingat awalnya dulu ketika ga sengaja ketemu Lukman di Vanilla restaurant di Bandung, terus sharing tentang passion kedua kita yaitu memasak, saat itu juga kita putuskan buat bikin Open Table, cukup singkat sih memutuskan itu. Mungkin karena nyambung dan cita-cita kita sama, yaitu ngumpulin orang terus masak-masak biar orang seneng.

Berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya, pada 2012, konsep pop up restaurant dapat dikatakan baru untuk orang Indonesia. Dari mana asal ide untuk menggunakan konsep ini?
L: Itu tadi, ide tersebut datang begitu saja dengan sendirinya. Terus terang pertama kami memasak di acara perdana agak sedikit nekat dan entah kenapa kalau dipikir lagi itu termasuk keputusan berani bagi saya pribadi, hahaha. Bayangkan, who the hell are we?! Chef bukan, restaurateur pun bukan, tapi berani-beraninya menyuruh orang bayar sejumlah uang untuk sebuah masakan yang mereka pun tidak tahu akan makan apa, hahaha! Dan terus terang kami kaget juga ketika banyak yang bilang ini konsep baru bagi orang Indonesia. Karena kami tidak memikirkan hal tersebut sih ya, ini lebih ke salah satu bentuk ekspresi berkarya kami, tidak lebih dari itu.
I: Saya juga bertanya-tanya sih, kenapa kita bisa bikin si pop-up restaurant ini, keputusan yang cukup nekat sebenarnya memulai ini dengan konsep yang bener-bener baru di orang-orang Bandung kala itu. Apalagi kita orang yang bener-bener baru dalam industri kuliner yang penuh gejolak ini hehe. Terlepas dari semua dugaan banyak orang tentang gimana kita bisa bikin konsep ini, kalau saya sih sebenernya selalu berpikiran kalau dunia desain lah yang membawa kita ke arah sini, dunia kuliner boleh sama tapi konsepnya harus berbeda, seperti kata Lukman tadi ini lah bentuk ekspresi berkarya kami.



Apa boleh diceritakan, seperti apa proses dalam sebuah perancangan sesi Open Table, hingga eksekusinya di lapangan?
L: Kalau boleh jujur, saya pribadi merasa ribet dalam mengurus prosesnya, hahaha. Gak tahu tuh Ipin, hahaha. Ribetnya tuh karena kami hanya berdua harus mengatur urusan perut puluhan orang dalam suatu waktu. Jujur kadang itu menjadi beban. Beban yang menjadi tantangan untungnya. Gilanya itu, kami selalu memberikan sajian yang berbeda dalam setiap acaranya. Gak pernah mengulang makanan yang sama, entah kenapa. Padahal gak ada niatan untuk itu. Mungkin, ini sih mungkin ya, karena kami tidak pernah melabeli kami dengan sebutan chef, jadi lebih ada keberanian bagi kami untuk mengkreasikan bermacam-macam makanan yang untungnya selalu bisa diterima sama tamu. Proses secara singkatnya sih adalah menentukan tema, lalu kami uji coba makanan sampai menemukan formula atau resep yang disepakati berdua. Dalam satu jenis makanan biasanya ada saling peran yang berkaitan dan ataupun kadang misalnya saya mengolah main course pertama, Ipin membuat main coursre kedua. Setelah ada tema, biasanya kami mulai sebar open reservasi-nya. Dimana poster pengumuman itu sendiri kami yang buat, maklum, anak desain, hahaha. Gak kurang dari seminggu biasanya langsung fully booked. Setelah itu kami mulai mempersiapkan segalanya di luar urusan memasak. Biasanya kami langsung memesan sejumlah bahan makanan ke pasar yang akan kami ambil sehari sebelum acara dan atau pagi hari sebelum acara. Lalu urusan lainnya adalah mempersiapkan segala peralatan acara, dari memastikan jumlah alat makan, mempersiapkan alat masak, membuat desain-desain untuk dicetak, memesan bunga, laundry taplak, dan banyak lainnya hahaha. Cukup bayangkan saja sih tamu kami harus duduk dan makan nyaman di acara kami selayaknya mereka di restoran dan itu semua dipersiapkan kami berdua, hahaha. Esekusinya di lapangan seperti apa, mungkin Ipin bisa cerita.
I: Eksekusi di lapangan?! Seringnya sih berantakan.. hahaha, ngga deng. Semua alhamdulillah selalu well organized, Saya dan Lukman selalu menjadi otak dari semua kegiatannya, biasanya kita bagi-bagi tuh, Lukman pegang appetizer nomer satu, Saya pegang appetizer nomer dua, begitu pun dengan main course dan dessert, kita pegang bagian kita masing. Instruksi dan supervisi cooking dan plating dipegang oleh masing-masing Saya dan Lukman berdasarkan pegangan menu tadi. Dengan dibantu 4 orang kitchen helper dan 4 waiter/waitress biasanya kita atur flow serving makanannya. Kita desain  cook timing, resting, plating dan serving nya dari sebelum acara dimulai, simulasi gitu deh. Biar step by step nya lancar. Kalau ada yang ga lancar atau stuck di lapangan biasanya langsung kita putuskan seperti apa, tanpa banyak diskusi, soalnya timing di lapangan seringkali intervalnya pendek-pendek dari step awal sampai akhir acara. Tapi memang kenyataan tak seindah dugaan kita, ada aja sih gangguan, tapi selalu bisa kita atasi, alhamdulillah.

Dari beberapa sesi Open Table yang sudah digelar (Open Table terakhir pada Oktober lalu, di Keuken 5), set menu yang ditampilkan berbeda-beda. Adakah menu yang menjadi andalan? Terutama dengan background Mas Ipin yang pecinta daging juga spesialisasi daging dan olahan ternak; juga Mas Lukman yang area spesialisasinya adalah olahan laut (seafood).
L: Hmmm, gak ada menu andalan sebenarnya, kami masing-masing hanya tertarik dengan bahan-bahan tersebut. Bahkan sebenernya saya tidak selalu bisa menggunakan bahan laut, mengingat tidak semua oran juga bisa makan. Nah biasanya kalau ada “kasus” seperti ini, tamu yang sudah daftar bisa langsung komunikasi supaya kami bisa mengganti makanan bagi tamu yang alergi hidangan laut.
I: Saya sejalan sama Lukman, ga ada menu andalan buat setiap Open Table yang kita bikin, karena “berbeda” adalah konsep dasar kita. Saya sih “Yes”, ga tau mas Lukman... hahaha.

Menurut saya, salah satu set menu yang menarik (berdasar hasil browsing di internet hehe) adalah yang digelar saat PPKI di Epicentrum Walk, Kuningan, November 2012 lalu. Temanya "Indonesian Feast with a Twist". Apa dapat diceritakan bagaimana dan seperti apa pemilihan set menu ini?
L: Kalau saya pribadi sangat suka edisi dimana masakan kami berdua di-pairing dengan teh dari teman kami yang fokus mendalami teh, Oza Tea namanya. Semacam terlihat cool saja sih bagi saya, mencocokan makanan dengan teh, seperti halnya mem-pairing makanan dengan wine. Sebagai seorang muslim, merasa senang saja ada cara lain untuk menjadi “keren” di dalam dunia kuliner tanpa harus memakai alkohol, hahaha. Kalau mengenai Open Table di Epicentrum itu, wah mbak, ampuuuuun dah! Ipin tuh lagi liburan sama keluarganya ke UK! Hahaha, itu justru saya kelabakan sejujurnya. Ditinggal masak sendirian dengan salah tamu penting pula, seorang mentri. Pemilihan menunya sih sudah direncanakan berdua. Karena itu erat kaitannya dengan semangat anak muda Indonesia, memang kami kepikiran untuk langsung memasak makanan Indonesia nantinya, tapi dengan persepsi sendiri.
I: Pertama-tama saya mau meminta maaf karena ketidakhadiran saya di Epicentrum waktu itu hahahaha, ini dibales oleh Lukman waktu Open Table di Keuken 4, ganti saya yang kelabakan waktu itu karena Lukman ijin ada gangguan kesehatan. Dan untuk OT yang saya sukai, hmmm, suka semua sih, karena menjalankan Open Table ini sangat menegangkan menurut saya, adventurous kalo tukang naik gunung bilang, semua ada hambatan nya masing-masing, dan euphoria ketika acara Open Table itu sebenernya yang bikin saya ketagihan untuk bikin lagi-bikin lagi, hahaha.

Apakah betul dari setiap sesi Open Table yang digelar, pesertanya hanya dibatasi 20 orang?
L: Awalnya demikian, kami hanya sanggup masak langsung untuk 20 orang, tapi lama-kelamaan kami bisa mengatasi sampai 50 orang.
I: Seiring dengan kemampuan kami mengatasi syaraf-syaraf tegang dan grogi, outputnya adalah keberanian menangani orang diatas 40 pax, hahaha

Dari postingan di blog Open Table, sesi Open Table No. 1 di Keuken 3 lumayan 'seru' karena hujan turun. Apa saja yang menjadi tantangan dalam menjalankan setiap sesi Open Table hingga kini?
L: Bagi saya pribadi tantangannya adalah manajemen waktu dan disiplin yang ketat. Bagaima kami harus memasak langsung di hadapan tamu dengan bahan yang segar tanpa harus membuat tamu kelamaan menunggu. Terus terang tekadang ada hambatan, yaitu masalah kecepatan penyajian.
I: Human resources salah satu nya menurut saya, kadang orang yang kita rekrut buat membantu kami ketika acara Open Table ga nyangka bahwa tensi dan ritme kami begitu cepat ketika acara berlangsung, terlambat adptasi sih biasanya.
L: Ya itu bener banget kata Ipin, baik yang ikut bantuin atau orang luar yang menilai, dilihatnya memasak di Open Table itu pekerjaan gampang. Nyatanya tidak sama sekali. Serius saya. Tensinya selalu memanas seperti layaknya di dapur restoran. Hectic!

Berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya, adakah target rencana untuk menggelar sesi Open Table berkala setiap bulannya (seperti yang tercantum dalam artikel online Jakpost Travel, per Juni 2014)?
L: Hahaha, gak ada sama sekali targetnya, mbak. Ini kan mulainya dari hobby, dan bukan mata pencaharian utama kami. Justru di 2015 ini kami sedang vakum dulu. Lebih karena saya pribadi sedang fokus ke masalah kesehatan. Ketika ada permintaan interview ini malah yang membuat saya kembali berpikir, kenapa gak dilanjut si Open Table ini? Hahaha.
I: Awalnya sempet kepikiran kalau saya sih, bikin setiap bulan gitu dengan tema berbeda-beda. tapi pas dipikir-pikir lagi, orang nanti ga surprise kali ya kalo kita bikin keseringan, hahaha.

Selain menjalankan Open Table, Mas Ipin dan Mas Lukman masing-masing berprofesi sebagai desainer produk dan desainer grafis. Berbicara tentang bisnis, Mas Lukman dalam artikel Jakpost Travel menyebutkan bila Open Table bukan bisnis katering. Bila boleh disebutkan, bagaimana pemasukan untuk setiap sesi yang digelar diperoleh? Kisaran per pax Rp150.000 (Open Table No. 1) - Rp 500.000 (Open Table terakhir). Di sisi lain, dari penelusuran yang saya lakukan, di salah satu sesi Open Table tahun 2012, ada yang hasilnya ditujukan untuk amal.
L: Hmm, gimana ya, mungkin Ipin lebih bisa menerangkan hal ini. Karena terkadang terasa gak masuk akal juga, bahwa kami selalu memakai bahan kualitas bagus dan banyak itemnya yang dinikmati tamu. Saya hanya bisa tekankan bahwa Open Table memang bukan bisnis katering. Kami tidak menghadirkan masakan yang sudah disiapkan di dapur lalu hanya memanaskan di tempat.
I: Hehe, rahasia perusahaan sih kalo masalah uang mah. yang pasti sih begini, uang adalah nomer ke sekian dalam hierarki kepuasan kami, yang paling pertama adalah masakannya; bagaimana rasanya, desain platingnya, balancing menu per menu, yang kedua adalah bagaimana respon customer ketika disodorkan masakan kami, yang ketiga baru uangnya. Selama nomer satu dan dua sukses kami jalankan, uang akan datang dengan sendirinya, hahaha.
Kalau Open Table buat amal tahun 2012 sendiri datenganya tiba-tiba, niatnya pengen tes pasar dan ngumpulin teman-teman di Open Table, ternyata responnya bagus dan terus terang kita ga mengira responnya akan sebagus itu, sebagai ungkapan rasa syukur kita lepas keuntungannya untuk orang-orang yang membutuhkan. As simple as that.
L: Kalau tidak salah kebenaran waktu itu kami mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Kami merasa cukup dengan setengah keuntungannya saja. Jadi kenapa enggak kami salurkan ke yang membutuhkan?

Tidak hanya menggelar sesi dining, Open Table juga menerima order private dining untuk 30-50 tamu. Sejauh ini, untuk bagian private dining ini, bila boleh disebutkan, berapa klien yang telah dilayani? Bagaimana perhitungan biaya yang di-charge kepada klien (kisarannya), juga apa terdapat perbedaan treatment dengan sesi Open Table massal?
L: Nah ini dia, biasanya klien private dining ini pemasukannya lebih banyak dan menguntungkan. Perbedaannya adalah menu berdasarkan permintaan dan kami bisa lebih jor-jor-an dalam menyajikan makanan sekaligus dekorasi seting meja. Karena berdasarkan permintaan, harga yang dibayarkan kami hitung dari sana. Namun terus terang kami tidak bisa mendapatkan untung yang banyak. Karena terkadang bahan kualitas bagus di pasaran harganya selangit. Dan kami selalu lupa dengan sudah berapa klien yang kami tangani dan berapa kali Open Table digelar untuk umum. Dokumentasinya pun bahkan jarang ada. Kami terlalu sibuk memasak.
I: hahahaha sama, saya juga lupa berapa klien yang sudah kita bikin private dining.

Dari sejumlah penyelenggaraan Open Table, sesi apa yang paling berkesan bagi Mas Ipin dan Mas Lukman? Mengapa?
L: Paling berkesan untuk saya ketika Open Table di kawasan galeri Nu Art milik pematung Nyoman Nuarta. Suasana, cuaca, perasaan tamu, dekorasi, sitting table, makanan, semuanya melebur membuat komposisi yang saya rasa harusnya seperti itulah Open Table seterusnya.
I: Saya sama lagi sama mas Anang diatas, sesi yang Nu Art sangat mengesankan buat saya, mungkin kalo waktu itu kamu ada disana juga akan merasakan hal yang sama. Flow kitchen-nya lancar banget, customer semua happy, vibe-nya luar biasa.


Kemudian, apa boleh juga disebutkan detail mengenai usia Mas Ipin dan Mas Lukman?
L: Saya Lukman Gunawan, usia 34 tahun, lahir pada tanggal 13 Mei 1981. Seorang bapak satu anak yang sedang berjuang melawan kanker :)
I: Saya Arifin Windarman, usia 38, lahir 13 Juli 1976, bapak satu anak, suami satu istri haha, Seorang laki-laki yang sedang menyemangati teman baik-nya untuk sembuh dari kanker :)

Untuk tahun ini sendiri, kapan sesi Open Table selanjutnya akan digelar?
L: I have no idea.
I: Bikin aja yuk bulan depan, yuk yuuuk!— (P)

···

Tidak ada komentar:

Posting Komentar