
Mas Lukman dan Mas Ipin telah menjalankan
Open Table sejak 2012, di mana Open Table No.1 berlangsung dalam gelaran Keuken 3. Bagaimana Mas Lukman dan Mas Ipin memulainya ketika itu?
L: Seingat saya ide untuk membuat pop-up
restoran datang begitu saja ketika kita berdua saling tahu saya dan Ipin doyan
masak. Justru nama Open Table itu muncul sebelum tercetus hasil akhirnya
menjadi sebuah pop-up restaurant. Yang jelas ide masak bersama untuk dinikmati
ramai-ramai dengan teman dan kerabat menjadi suatu kebiasaan yang sering kita
lakukan masing-masing. Mungkin kebiasaan itu yang tanpa sengaja mengarahkan
kami untuk membuat sebuah pop-up restaurant.
I: Kalo saya, doyan masak karena terpaksa
dulunya, jaman SMA dan kuliah saya
tinggal dengan nenek saya almarhum. Karena beliau waktu itu ngga ada laki-laki
di rumahnya, makanya saya yang tinggal dengan beliau, nah sebenarnya dimulai
dari craving- craving makanan kalo lagi bikin tugas malam-malam, ga mungkin kan
saya bangunin nenek saya cuman buat bikinin makanan buat cucunya yang rakus
ini, jadinya lari ke dapur dan masak, kalo open table sendiri, saya ingat
awalnya dulu ketika ga sengaja ketemu Lukman di Vanilla restaurant di Bandung,
terus sharing tentang passion kedua kita yaitu memasak, saat itu juga kita
putuskan buat bikin Open Table, cukup singkat sih memutuskan itu. Mungkin
karena nyambung dan cita-cita kita sama, yaitu ngumpulin orang terus
masak-masak biar orang seneng.
Berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya,
pada 2012, konsep pop up restaurant dapat dikatakan baru untuk orang
Indonesia. Dari mana asal ide untuk menggunakan konsep ini?
L: Itu tadi, ide tersebut datang begitu
saja dengan sendirinya. Terus terang pertama kami memasak di acara perdana agak
sedikit nekat dan entah kenapa kalau dipikir lagi itu termasuk keputusan berani
bagi saya pribadi, hahaha. Bayangkan, who the hell are we?! Chef bukan,
restaurateur pun bukan, tapi berani-beraninya menyuruh orang bayar sejumlah
uang untuk sebuah masakan yang mereka pun tidak tahu akan makan apa, hahaha!
Dan terus terang kami kaget juga ketika banyak yang bilang ini konsep baru bagi
orang Indonesia. Karena kami tidak memikirkan hal tersebut sih ya, ini lebih ke
salah satu bentuk ekspresi berkarya kami, tidak lebih dari itu.
I: Saya juga
bertanya-tanya sih, kenapa kita bisa bikin si pop-up restaurant ini, keputusan
yang cukup nekat sebenarnya memulai ini dengan konsep yang bener-bener baru di
orang-orang Bandung kala itu. Apalagi kita orang yang bener-bener baru dalam
industri kuliner yang penuh gejolak ini hehe. Terlepas dari semua dugaan banyak
orang tentang gimana kita bisa bikin konsep ini, kalau saya sih sebenernya
selalu berpikiran kalau dunia desain lah yang membawa kita ke arah sini, dunia
kuliner boleh sama tapi konsepnya harus berbeda, seperti kata Lukman tadi ini
lah bentuk ekspresi berkarya kami.
Apa boleh diceritakan, seperti apa proses dalam sebuah perancangan sesi
Open Table, hingga eksekusinya di lapangan?
L: Kalau boleh jujur, saya pribadi merasa
ribet dalam mengurus prosesnya, hahaha. Gak tahu tuh Ipin, hahaha. Ribetnya tuh
karena kami hanya berdua harus mengatur urusan perut puluhan orang dalam suatu
waktu. Jujur kadang itu menjadi beban. Beban yang menjadi tantangan untungnya.
Gilanya itu, kami selalu memberikan sajian yang berbeda dalam setiap acaranya.
Gak pernah mengulang makanan yang sama, entah kenapa. Padahal gak ada niatan
untuk itu. Mungkin, ini sih mungkin ya, karena kami tidak pernah melabeli kami
dengan sebutan chef, jadi lebih ada keberanian bagi kami untuk mengkreasikan
bermacam-macam makanan yang untungnya selalu bisa diterima sama tamu. Proses
secara singkatnya sih adalah menentukan tema, lalu kami uji coba makanan sampai
menemukan formula atau resep yang disepakati berdua. Dalam satu jenis makanan
biasanya ada saling peran yang berkaitan dan ataupun kadang misalnya saya
mengolah main course pertama, Ipin membuat main coursre kedua. Setelah ada
tema, biasanya kami mulai sebar open reservasi-nya. Dimana poster pengumuman
itu sendiri kami yang buat, maklum, anak desain, hahaha. Gak kurang dari
seminggu biasanya langsung fully booked. Setelah itu kami mulai mempersiapkan
segalanya di luar urusan memasak. Biasanya kami langsung memesan sejumlah bahan
makanan ke pasar yang akan kami ambil sehari sebelum acara dan atau pagi hari
sebelum acara. Lalu urusan lainnya adalah mempersiapkan segala peralatan acara,
dari memastikan jumlah alat makan, mempersiapkan alat masak, membuat
desain-desain untuk dicetak, memesan bunga, laundry taplak, dan banyak lainnya
hahaha. Cukup bayangkan saja sih tamu kami harus duduk dan makan nyaman di
acara kami selayaknya mereka di restoran dan itu semua dipersiapkan kami
berdua, hahaha. Esekusinya di lapangan seperti apa, mungkin Ipin bisa cerita.
I: Eksekusi di
lapangan?! Seringnya sih berantakan.. hahaha, ngga deng. Semua alhamdulillah
selalu well organized, Saya dan Lukman selalu menjadi otak dari semua
kegiatannya, biasanya kita bagi-bagi tuh, Lukman pegang appetizer nomer satu,
Saya pegang appetizer nomer dua, begitu pun dengan main course dan dessert,
kita pegang bagian kita masing. Instruksi dan supervisi cooking dan plating
dipegang oleh masing-masing Saya dan Lukman berdasarkan pegangan menu tadi.
Dengan dibantu 4 orang kitchen helper dan 4 waiter/waitress biasanya kita atur
flow serving makanannya. Kita desain
cook timing, resting, plating dan serving nya dari sebelum acara
dimulai, simulasi gitu deh. Biar step by step nya lancar. Kalau ada yang ga
lancar atau stuck di lapangan biasanya langsung kita putuskan seperti apa,
tanpa banyak diskusi, soalnya timing di lapangan seringkali intervalnya
pendek-pendek dari step awal sampai akhir acara. Tapi memang kenyataan tak
seindah dugaan kita, ada aja sih gangguan, tapi selalu bisa kita atasi,
alhamdulillah.
Dari beberapa sesi Open Table yang sudah
digelar (Open Table terakhir pada Oktober lalu, di Keuken 5), set menu yang
ditampilkan berbeda-beda. Adakah menu yang menjadi andalan? Terutama dengan
background Mas Ipin yang pecinta daging juga spesialisasi daging dan olahan
ternak; juga Mas Lukman yang area spesialisasinya adalah olahan laut (seafood).
L: Hmmm, gak ada menu andalan sebenarnya,
kami masing-masing hanya tertarik dengan bahan-bahan tersebut. Bahkan
sebenernya saya tidak selalu bisa menggunakan bahan laut, mengingat tidak semua
oran juga bisa makan. Nah biasanya kalau ada “kasus” seperti ini, tamu yang sudah daftar bisa langsung komunikasi supaya
kami bisa mengganti makanan bagi tamu yang alergi hidangan laut.
I: Saya sejalan sama Lukman, ga ada menu
andalan buat setiap Open Table yang kita bikin, karena “berbeda” adalah konsep dasar kita. Saya sih “Yes”, ga tau mas Lukman... hahaha.
Menurut saya, salah satu set menu yang
menarik (berdasar hasil browsing di internet hehe) adalah yang digelar saat
PPKI di Epicentrum Walk, Kuningan, November 2012 lalu. Temanya "Indonesian
Feast with a Twist". Apa dapat diceritakan bagaimana dan seperti apa
pemilihan set menu ini?
L: Kalau saya pribadi sangat suka edisi
dimana masakan kami berdua di-pairing dengan teh dari teman kami yang fokus
mendalami teh, Oza Tea namanya. Semacam terlihat cool saja sih bagi saya,
mencocokan makanan dengan teh, seperti halnya mem-pairing makanan dengan wine.
Sebagai seorang muslim, merasa senang saja ada cara lain untuk menjadi “keren” di dalam dunia kuliner tanpa harus
memakai alkohol, hahaha. Kalau mengenai Open Table di Epicentrum itu, wah mbak,
ampuuuuun dah! Ipin tuh lagi liburan sama keluarganya ke UK! Hahaha, itu justru
saya kelabakan sejujurnya. Ditinggal masak sendirian dengan salah tamu penting
pula, seorang mentri. Pemilihan menunya sih sudah direncanakan berdua. Karena
itu erat kaitannya dengan semangat anak muda Indonesia, memang kami kepikiran
untuk langsung memasak makanan Indonesia nantinya, tapi dengan persepsi
sendiri.
I: Pertama-tama saya
mau meminta maaf karena ketidakhadiran saya di Epicentrum waktu itu hahahaha,
ini dibales oleh Lukman waktu Open Table di Keuken 4, ganti saya yang
kelabakan waktu itu karena Lukman ijin ada gangguan kesehatan. Dan
untuk OT yang saya sukai, hmmm, suka semua sih, karena menjalankan Open Table
ini sangat menegangkan menurut saya, adventurous kalo tukang naik gunung
bilang, semua ada hambatan nya masing-masing, dan euphoria ketika acara Open
Table itu sebenernya yang bikin saya ketagihan untuk bikin lagi-bikin lagi,
hahaha.
Apakah betul dari setiap sesi Open Table
yang digelar, pesertanya hanya dibatasi 20 orang?
L: Awalnya demikian, kami hanya sanggup
masak langsung untuk 20 orang, tapi lama-kelamaan kami bisa mengatasi sampai 50
orang.
I: Seiring dengan
kemampuan kami mengatasi syaraf-syaraf tegang dan grogi, outputnya adalah
keberanian menangani orang diatas 40 pax, hahaha
Dari postingan di blog Open Table, sesi
Open Table No. 1 di Keuken 3 lumayan 'seru' karena hujan turun. Apa saja yang
menjadi tantangan dalam menjalankan setiap sesi Open Table hingga kini?
L: Bagi saya pribadi tantangannya adalah
manajemen waktu dan disiplin yang ketat. Bagaima kami harus memasak langsung di
hadapan tamu dengan bahan yang segar tanpa harus membuat tamu kelamaan
menunggu. Terus terang tekadang ada hambatan, yaitu masalah kecepatan
penyajian.
I: Human resources
salah satu nya menurut saya, kadang orang yang kita rekrut buat membantu kami
ketika acara Open Table ga nyangka bahwa tensi dan ritme kami begitu cepat
ketika acara berlangsung, terlambat adptasi sih biasanya.
L:
Ya itu bener banget
kata Ipin, baik yang ikut bantuin atau orang luar yang menilai, dilihatnya
memasak di Open Table itu pekerjaan gampang. Nyatanya tidak sama sekali. Serius
saya. Tensinya selalu memanas seperti layaknya di dapur restoran. Hectic!
Berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya,
adakah target rencana untuk menggelar sesi Open Table berkala setiap bulannya
(seperti yang tercantum dalam artikel online Jakpost Travel, per Juni 2014)?
L: Hahaha, gak ada sama sekali targetnya,
mbak. Ini kan mulainya dari hobby, dan bukan mata pencaharian utama kami.
Justru di 2015 ini kami sedang vakum dulu. Lebih karena saya pribadi sedang
fokus ke masalah kesehatan. Ketika ada permintaan interview ini malah yang
membuat saya kembali berpikir, kenapa gak dilanjut si Open Table ini? Hahaha.
I: Awalnya sempet
kepikiran kalau saya sih, bikin setiap bulan gitu dengan tema berbeda-beda.
tapi pas dipikir-pikir lagi, orang nanti ga surprise kali ya kalo kita bikin
keseringan, hahaha.
Selain menjalankan Open Table, Mas Ipin dan Mas Lukman masing-masing
berprofesi sebagai desainer produk dan desainer grafis. Berbicara tentang
bisnis, Mas Lukman dalam artikel Jakpost Travel
menyebutkan bila Open Table bukan bisnis katering. Bila boleh disebutkan,
bagaimana pemasukan untuk setiap sesi yang digelar diperoleh? Kisaran per pax
Rp150.000 (Open Table No. 1) - Rp 500.000 (Open Table terakhir). Di sisi lain,
dari penelusuran yang saya lakukan, di salah satu sesi Open Table tahun 2012,
ada yang hasilnya ditujukan untuk amal.
L: Hmm, gimana ya, mungkin Ipin lebih bisa
menerangkan hal ini. Karena terkadang terasa gak masuk akal juga, bahwa kami
selalu memakai bahan kualitas bagus dan banyak itemnya yang dinikmati tamu.
Saya hanya bisa tekankan bahwa Open Table memang bukan bisnis katering. Kami
tidak menghadirkan masakan yang sudah disiapkan di dapur lalu hanya memanaskan
di tempat.
I: Hehe, rahasia
perusahaan sih kalo masalah uang mah. yang pasti sih begini, uang adalah nomer
ke sekian dalam hierarki kepuasan kami, yang paling pertama adalah masakannya;
bagaimana rasanya, desain platingnya, balancing menu per menu, yang kedua
adalah bagaimana respon customer ketika disodorkan masakan kami, yang ketiga
baru uangnya. Selama nomer satu dan dua sukses kami jalankan, uang akan datang
dengan sendirinya, hahaha.
Kalau Open Table buat amal tahun 2012
sendiri datenganya tiba-tiba, niatnya pengen tes pasar dan ngumpulin
teman-teman di Open Table, ternyata responnya bagus dan terus terang kita ga
mengira responnya akan sebagus itu, sebagai ungkapan rasa syukur kita lepas
keuntungannya untuk orang-orang yang membutuhkan. As simple as that.
L: Kalau tidak salah kebenaran waktu itu
kami mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Kami merasa cukup dengan
setengah keuntungannya saja. Jadi kenapa enggak kami salurkan ke yang
membutuhkan?
Tidak hanya menggelar sesi dining,
Open Table juga menerima order private dining untuk 30-50 tamu. Sejauh
ini, untuk bagian private dining ini, bila boleh disebutkan, berapa
klien yang telah dilayani? Bagaimana perhitungan biaya yang di-charge
kepada klien (kisarannya), juga apa terdapat perbedaan treatment dengan sesi Open Table massal?
L: Nah ini dia, biasanya klien private dining ini
pemasukannya lebih banyak dan menguntungkan. Perbedaannya adalah menu berdasarkan
permintaan dan kami bisa lebih jor-jor-an dalam menyajikan makanan sekaligus
dekorasi seting meja. Karena berdasarkan permintaan, harga yang dibayarkan kami
hitung dari sana. Namun terus terang kami tidak bisa mendapatkan untung yang
banyak. Karena terkadang bahan kualitas bagus di pasaran harganya selangit. Dan
kami selalu lupa dengan sudah berapa klien yang kami tangani dan berapa kali
Open Table digelar untuk umum. Dokumentasinya pun bahkan jarang ada. Kami
terlalu sibuk memasak.
I: hahahaha sama, saya
juga lupa berapa klien yang sudah kita
bikin private dining.
Dari sejumlah penyelenggaraan Open Table,
sesi apa yang paling berkesan bagi Mas Ipin dan Mas Lukman? Mengapa?
L: Paling berkesan untuk saya ketika Open
Table di kawasan galeri Nu Art milik pematung Nyoman Nuarta. Suasana, cuaca,
perasaan tamu, dekorasi, sitting table, makanan, semuanya melebur membuat
komposisi yang saya rasa harusnya seperti itulah Open Table seterusnya.
I: Saya sama lagi
sama mas Anang diatas, sesi yang Nu Art sangat mengesankan buat saya, mungkin
kalo waktu itu kamu ada disana juga akan merasakan hal yang sama. Flow
kitchen-nya lancar banget, customer semua happy, vibe-nya luar biasa.
Kemudian, apa boleh juga disebutkan detail mengenai usia Mas Ipin dan Mas
Lukman?
L: Saya Lukman Gunawan, usia 34 tahun,
lahir pada tanggal 13 Mei 1981. Seorang bapak satu anak yang sedang berjuang
melawan kanker :)
I: Saya Arifin Windarman, usia 38, lahir 13
Juli 1976, bapak satu anak, suami satu istri haha, Seorang laki-laki yang
sedang menyemangati teman baik-nya untuk sembuh dari kanker :)
Untuk tahun ini sendiri, kapan sesi Open
Table selanjutnya akan digelar?
L: I have no idea.
I: Bikin aja yuk bulan depan, yuk yuuuk!— (P)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar