29/01/12

Bandeng Dalam Kemasan



Biasanya saya selalu membawa pulang ikan bandeng dalam keadaan terbungkus koran bekas jika membelinya di pasar. Berbeda dengan ini, ikan bandeng tersusun rapih sesuai hitungan dalam sebuah kotak anyaman.
            Kemasan ikan bandeng ini begitu memikat perhatian saya. Di sebuah sudut salah satu pasar di Blora, ketika saya tengah berjalan sehabis sarapan di warung nasi rawon Yul Fariz. Saya langsung jatuh cinta dengan penampilannya. Sebuah kemasan bernuansa tradisonal yang tak lantas ketinggalan zaman.  — (P)

26/01/12

Ya,



"Through Indonesia" oleh Martin Friedrich | Sumber: Zoo12






OYEAH
 —How to open a wine bottle
without a corkscrew


Beberapa hari yang lalu saya baru mengalami kesenangan yang luar-biasa. Gembira. Bagaimana tidak, disaat kepala saya pusing karena urusan kerja, disaat saya merasa tidak ada yang bisa diajak bertukar-rasa, disaat itu juga akhirnya saya bisa membuka tutup botol wine setelah melewatinya selama tiga jam!

Pembuka tutup botol wine saya hilang entah kemana.

Saat itu pikiran agak sedikit mendekati gila, tak sengaja saya ingat ada sebotol wine penuh yang baru saya beli dua hari sebelumnya untuk food tasting masakan Italia. Apa daya, otak ini tingkat ketergangguannya dikali dua, karena saya sama sekali kehilangan petunjuk untuk membuka botol wine tersebut.

Ada seorang sahabat yang memberi saran untuk memecahkan leher botol, dan menyaring wine dengan penyaringan. Gila, itu berbahaya. Nyali saya tak cukup kuat untuk memberanikan diri jadi kuda lumping.

Entah apa yang dipikirkan, setelah mencoba berbagai-macam cara, tiba-tiba saya mempunyai ide membukanya dengan memakai sekrup! Hahaha, gila, saya senang sekali! Akhirnya saya bisa menikmati malam saya yang melelahkan dengan sebotol wine, playlist idaman, dan suara-suara jangkrik di galengan. Beautiful. Blessing.  — (P)

20/01/12

Menyesali Untung


Dalam perjalanan, kepulan itu begitu menarik perhatian, untuk berhenti dari laju kendaraan. 


Dua perempuan itu membentuk bayangan. Hitam. Legam. Terlatar-belakangi oleh tusukan terik yang masuk dengan bebas dari atap yang tampak sengaja dibiarkan lepas.
"Harapan-ku akan selalu bertahan," katanya, "pada asap yang bergumpal."

Ia, sesosok lain manusia yang datang dari zaman edan, yang dikatakan telah mengenal kehidupan, membentuk ukiran tapak kaki dengan perkasa. Melangkah masuk ke dalam dengan busungan dada yang masih mengembang.

"Apa yang dia tawarkan?" ia bertanya dalam hati, 
"untuk apa berharap dalam pekat, dalam kegelapan dan kepulan yang menyesakkan."

"Aku nyenyak
dalam hidupku yang tak tidur ini. 
Hangat. 
Terselimuti asap
yang kau anggap pekat," salah satu perempuan menjawab pertanyaan yang ia pikirkan. 
"Janganlah kau menyesali untung, dari apa yang kau anggap buntung, tak lengkap seperti apa yang ingin kau dekap, sepanjang hidupmu, sampai akhir hayatmu."

Mendadak ia terdiam,
seperti gerombolan penghuni laut yang tampak kaku dan membeku,
yang mungkin arwahnya ikut terbang dalam setiap pembakaran batok kelapa yang menghitam.

"Manis yang kau dapat memang akan selalu terasa amis," lanjut perempuan lainnya. "Tak usahlah membakar perasaan dengan api yang membara. Biarakan harapan terwujud matang dengan perlahan, oleh asap yang mungkin selama ini kau tahan."

"Redakan bara, segera."

Di Rembang, ia tertawa, 
menahan derita yang selalu pura-pura tak dirasa. — (P)


Svefn-G-Englar oleh Sigur Ros

07/01/12

Perkedel Bondon!


Bondon, bahasa Sunda. Dalam bahasa Indonesia artinya pelacur. Sangat menjijikan sebenarnya jika saja unsur “seks kotor” masuk dalam ranah makanan. Tetapi itu hanya sebuah nama, sebuah sebutan, pemberian julukan dari entah siapa yang memulainya. Yang jelas, nama yang begitu kinky ini menjadi pemikat yang mumpuni bagi banyak orang untuk datang ke warung sederhana di sebuah sudut—salah satu stasion angkutan umum—kota Bandung. 


Seperti kebanyakan warung nasi jalanan, di Perkedel Bondon kita dapat menjumpai banyak ragam masakan. Dari pepesan, gorengan, sampai gulai. Hanya saja, sesuai nama, yang menjadi jagoannya tentu; perkedel. Orang berbondong-bondong datang, rela mengantri dan menunggu lama untuk menikmati perkedel yang hanya dinikmati dengan sambal goreng khas Sunda. Perkedel ini seolah-olah menjadi cemilan istimewa malam hari. Jangan kaget, orang-orang bisa memesan 20-30 perkedel sekaligus!

Sebenarnya, bisa dikatakan, bahan-bahan pembuatan perkedel ini tidaklah istimewa. Seperti pembuatan perkedel pada umumnya, perkedel di Perkedel Bondon berbahan dasar kentang, telur, tepung terigu, dan daun seledri. Sesederhana itu. Tetapi ya, inilah kehebatan sebuah nama yang sudah berkibar, makanan se-sederhana apapun jika namanya terlanjur tenar sudah dipastikan akan mampu menyedot perhatian siapa saja untuk datang dan menikmatinya.

Yang tidak “sederhana” dan menjadi “istimewa” pada perkedel ini—bagi saya—yaitu pembuatannya memakai minyak goreng yang berlimpah. Hampir dapat dipastikan minyak pada wajan besarnya itu dalam keadaan “on fire” terus sepanjang malam, dan mungkin baru akan diganti keesokan harinya. Lucu juga jika melihat prilaku (hampir semua) orang yang makan perkedel ini, pasti menghabiskan puluhan tissue paper kering untuk menyerap minyak yang menempel pada perkedel.


Perkedel Panggang Ikan dengan Sayuran Saus Mangga

Melihat "kenyataan" mengenai Perkedel Bondon, memunculkan sebuah ide bagi saya untuk membuat makanan yang sama tetapi dengan cara yang jauh lebih memperhatikan kesehatannya. Sehat? Sehatnya mungkin harus pakai tanda petik, hehehe. Tak begitu mengerti lah saya mengenai kesehatan :)


Sama seperti hal-nya Perkedel Bondon, si perkedel yang saya buat dinikmati sebagai sajian utama tanpa harus ditemani makanan berat lainnya. Inginnya perkedel menjadi tokoh utama dalam sajian. Meskipun terlihat ringan, tetapi saya mau bobotnya lumayan berat untuk cukup menendang si perut yang lagi berdendang.

Beberapa kali saya mencoba untuk menciptakan pekedel yang saya mau. Sulit. Awalnya, saya selalu gagal di tahap adonan yang terlalu lembek. Selalu lembek karena ada unsur telur ayam yang sebenarnya bisa “dihilangkan” dengan memasukan banyak tepung terigu, seperti yang Perkedel Bondon lakukan. Tetapi saya tidak mau. Saya tidak mau sajian ini memiliki banyak unsur tepung terigu. Saya tidak mau makanan ini seperti gorengan abang-abang pingir jalan.

Beruntung bagi saya, permasalahan tersebut bisa teratasi di percobaan masak selanjutnya. Saya tidak memasukan telur ayam langsung ke adonan. Kocokan telur cukup dioleskan sedikit di semua permukaan adonan yang sudah terbentuk, hanya sebagai media perekat untuk menempelkan remah-remah roti. Hal ini juga membuat tidak akan banyak digunakannya tepung terigu.


Dengan alasan supaya berbobot, saya memasukan ikan salmon dan ikan gindara di adonan perkedelnya. Melihat “kasus” pemakaian minyak yang berlimpah pada proses memasak Perkedel Bondon, maka saya memanggang si perkedel versi saya ini. Menjadi segar, sehat, dan luar biasa rasanya ketika perkedel disajikan dengan sayuran mentah ber-saus mangga. Ringan, gurih, crunchy di luar namun bertekstur lembut di dalam. Luar biasa enak dan (mungkin) sehat. Sehat? Lagi-lagi, setidaknya bagi saya pribadi :)

400 gram kentang (1 buah kentang besar)
300 gram ikan salmon fillet
300 gram ikan gindara
1 buah lemon besar
1 butir telur ayam
1 sendok makan lemon juice
Tepung terigu
Olive oil
Segenggam kecil Italian parsley, dicacah
Segenggam kecil segar thyme, dicacah
Remah roti (tepung roti)
Garam dan merica hitam

½ buah mangga, iris kecil memanjang
Lettuce mix
2 sendok makan orange juice
2 sendok makan lemon juice
1 sendok kecil whole grain mustard
2 sendok makan extra-virgin olive oil
Garam dan merica hitam

Kupas kentang, bersihkan, potong kecil-kecil berbentuk dadu, lalu rebus di panci kecil berisi air (dengan tambahan garam) dalam waktu 15-20 menit. Untuk memastikan kematangan kentang, tusuk dengan pisau dan rasakan kematangannya dengan perasaan. Di atas rebusan kentang tersebut, kukus ikan salmon dan ikan gindara beserta thyme segar dan irisan lemon selama 6-12 menit.

Dalam sebuah tempat, hancurkan kentang yang sudah matang dengan menggunakan garpu sampai sedikit lembut. Di tempat terpisah, hancurkan juga (sedikit kasar) ikan salmon dan ikan gindara dengan membuang kulit dan tulangnya. Lalu satukan kentang dan ikan yang sudah hancur, tambahkan sejumput garam dan merica, lalu masukan olive oil, perasan lemon, cacahan parsley. Aduk secara merata, dan diamkan sampai dingin.

Bentuk adonan menjadi bulat pipih. Takaran bahan-bahan masakan ini bisa menjadi 5-6 sajian adonan. Saya menggunakan cetakan telur untuk mencapai bentukan yang rapih. Setelah itu, taburi adonan dengan tepung (yang sudah dicampurkan dengan garam dan merica) secara merata. 

Oleskan kocokan telur ayam di seluruh permukaan adonan, lalu taburi dengan remah roti. Diamkan dulu selama kurang-lebih 30 menit sampai1 jam untuk mendapatkan pengaturan bentuk adonan yang baik.

Untuk memasaknya, panaskan wajan dengan sedikit olive oil, lalu sauteing kedua sisi adonan selama kurang lebih 1-3 menit, tergantung tingkatan crunchy yang diinginkan. Saya menyukai perkedel ini agak sedikit gosong, karena kali ini saya ingin si perkedel lebih sedikit crunchy. Setelah kelihatan berwarna coklat keemasan, angkat dari penggorengan, kemudian masukan ke dalam oven dengan suhu 180° selama kurang lebih 10-15 menit. Sambil menunggu adonan di oven, dalam sebuah wadah, campurkan irisan mangga dan beraneka-macam lettuce, lalu masukan orange juice, lemon juice, mustard, extra-virgin olive oil, garam dan merica hitam. Selesai. 


Nikmati selagi hangat. — (P)