
Berikanlah saya nasi goreng
dengan telur goreng
Sambal dan kerupuk secukupnya
tambah juga segelas bir
Begitulah
penggalan bait dari lagu Belanda berjudul “Geef Mij Maar Nasi Goreng” yang
dinyanyikan oleh Wieteke van Dort.
Mendengar lagu
lama tersebut di Youtube, pikiran saya bertanya, sepopuler itukah nasi goreng?
Sampai seolah-olah lagu itu membawa nafas kerinduan dari seorang Belanda.
Pikiran saya pun langsung mengingat kembali kejadian beberapa tahun ke
belakang, ketika Obama juga menyatakan kerinduan nya akan nasi goreng.
Ada apa dengan
nasi goreng?
Menurut
perjalanannya, nasi goreng tercipta dari penggunaan nasi “kemarin sore” yang
sudah keras, daripada dibuang-sayang, tercetuslah sebuah pemikiran yang maha
kreatif untuk kemudian bisa kita rasakan manfaatnya. Sejarah antah berantah
menuturkan”tradisi” ini dibawa oleh kebudayaan Cina. Masuk ke budaya kita yang
beraneka, sehingga terapannya pun seolah tak ingin serupa. Banyak beda, banyak
rupa, dan banyak rasa pada akhirnya ketika nasi goreng berkembang perjalanannya
di negara Indonesia.
Berbagai macam
rasa menjadi dinamika bagi perkembangan nasi goreng. Namun inti dari resepnya
tetap sama: menggoreng nasi. Mau itu memasukan segala bahan, atau hanya memakai
telur ayam saja, ujung-ujungnya tetap memakai nasi sebagai bahan utama.
Sangat mudah dan
sederhana untuk membuat nasi goreng, pun anak kecil, saya rasa bisa membuatnya.
Dalam setiap rumah maupun jiwa, mereka mempunyai resepnya masing-masing ketika
membuat masakan ini. Dan yang menyenangkannya adalah memang tidak ada aturan
baku dalam pembuatannya. Mau apapun yang dimasukan dan dicampurkan dengan nasinya itu, bebas-bebas saja, sesuai selera. Tak ayal makanan ini digemari
oleh berbagai kalangan. Dari kalangan jelata sampai kalangan kaya, dari
kalangan rakyat sampai kalangan pejabat.
Dinikmatinya pun
bisa kapan saja. Mau pagi, siang, sore, atau malam, ya, terserah. Makanan ini
masuk dalam katagori bebas. Bebas dimakan. Kapan saja, dimana saja. Sakarep na.
Saking bebas nya
pun, bisa dipastikan penjual nasi goreng dapat ditemui di setiap sudut mata
kita memandang. Dari jalanan sampai restoran gedungan. Keberadaannya sudah
sangat merajalela, sehingga tak salah jadinya jika ini menjadi sebuah identik
dalam sebuah khasanah kuliner Indonesia. Sampai-sampai orang asing bisa merindukan
kelezatan nasi goreng Indonesia.


Dalam pribadi yang seenaknya
dewe itu, hasil akhir nasi goreng pun bisa memunculkan dua versi,
dilihat dari tingkat kelembekannya si nasi. Ada yang suka memasak nasi goreng
dengan kering, ada pula yang senangnya basah, lembek. Namun umumnya di
Indonesia sering dijumpai nasi goreng yang kering.
Jika
membayangkan nasi goreng yang lembek, saya selalu terpikirkan akan paella.
Makanan Spanyol ini rasa-rasanya hampir mirip (hasil akhirnya) dengan nasi goreng
lembek. Segalanya ada, dimasukan jadi satu-kesatuan dengan sebuah nasi dalam
sebuah wadah.
Lalu kenapa
tidak kita coba untuk membuat nasi goreng dengan mengikuti “teknik” yang digunakan
ketika memasak Paella. Namun jika saja paella menggunakan beras langsung ketika
memasaknya, disini si beras sudah jadi langsung nasi. Penggunaan saffron yang
merupakan bahan khas dari masakan paella, digantikan dengan bumbu dasar kuning.
Untuk kali ini lupakan sejenak kehadiran telur ayam. Dan tentunya menggabungkan
daging-dagingan dengan ikan-ikanan akan menjadi suatu hal yang menarik ketika
menyantapnya.
Hasil akhir dari
rasa nasi goreng basah ini kaya akan rasa, penuh dengan berbagai bahan segar
yang menggiurkan, gurih alami. Dan yang benar-benar menjadi spesial yaitu
perbandingannya; nasi 30%, pelengkap 70%. Hahaha.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar